edustudytour.com – Para ilmuwan telah lama mengemukakan teori menarik tentang asal-usul kehidupan di Bumi yang mungkin tidak sepenuhnya berasal dari planet ini. Salah satu hipotesis paling populer terkait hal ini adalah Panspermia, sebuah teori yang menyatakan bahwa kehidupan, dalam bentuk organisme hidup, mungkin dapat berpindah dari satu planet ke planet lain. Teori ini menggambarkan bahwa kehidupan di Bumi bisa jadi berasal dari tempat lain di alam semesta, seperti Mars.
Pada masa awal Tata Surya, planet-planet dan satelit alami sering mengalami hujan meteorit. Banyak dari meteorit tersebut membawa berbagai materi dari satu planet ke planet lainnya, termasuk potensi membawa bentuk kehidupan sederhana seperti bakteri atau organisme bersel tunggal. Hingga saat ini, meteorit yang berasal dari Mars kadang-kadang masih ditemukan di Bumi, yang membuat para ilmuwan menduga bahwa mungkin saja organisme sederhana terbawa melintasi ruang angkasa dengan “menumpang” pada meteorit tersebut.
Sebuah penelitian yang dipresentasikan dalam European Planetary Science Congress di University College London (UCL) pada tahun 2013 mencoba untuk menguji kelayakan hipotesis ini. Penelitian tersebut bertujuan menjawab apakah organisme sederhana dapat bertahan dari tumbukan atau tabrakan saat mereka terbawa oleh meteorit dari planet lain ke Bumi.
Dina Pasini, peneliti dari University of Kent, melakukan eksperimen dengan menggunakan sampel beku Nannochloropsis oculata, sejenis ganggang laut bersel tunggal, sebagai model untuk kehidupan purba. Dia menggunakan alat bernama senapan gas ringan dua tahap untuk mempercepat peluru hingga kecepatan sangat tinggi, kemudian menembakkan pelet ganggang beku tersebut ke dalam air. Eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui apakah organisme tersebut mampu bertahan dari kondisi ekstrem yang mungkin mereka alami saat bepergian melintasi ruang angkasa.
Pasini mengungkapkan, “Seperti yang diperkirakan, semakin tinggi kecepatan tumbukan, semakin banyak ganggang yang mati. Namun, meskipun pada kecepatan 6,93 kilometer per detik, sebagian kecil dari mereka masih bertahan hidup. Kecepatan ini serupa dengan kecepatan meteorit yang menghantam planet seperti Bumi,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Science Daily.
Baca Juga:
Ini Dia Cara Dinasti Abbasiyah Dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan
Selain harus bertahan dari proses pembekuan dan tumbukan, organisme yang terbawa meteorit mungkin juga diuntungkan dengan adanya perlindungan alami terhadap radiasi kosmik, terutama jika mereka berada di dalam lapisan es atau batuan. Ketika meteorit memasuki atmosfer planet dan mengalami gesekan, panas yang dihasilkan kemungkinan besar hanya akan membentuk lapisan tipis di bagian luar batuan tersebut, membentuk apa yang disebut sebagai “kerak fusi”. Hal ini membuat bagian dalam meteorit tetap terlindungi dari pemanasan yang berlebihan.
Penelitian Pasini memperlihatkan bahwa meskipun panspermia belum terbukti secara definitif, ada banyak alasan ilmiah yang menunjukkan bahwa hipotesis ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Menurut Pasini, “Hasil penelitian kami menimbulkan beberapa pertanyaan mendalam. Jika kita menemukan kehidupan di planet lain, apakah kehidupan itu benar-benar asing atau mungkin ada hubungan evolusioner dengan kehidupan di Bumi? Dan jika ada, apakah kehidupan itu adalah asal mula kita atau sebaliknya? Meskipun saat ini kita belum bisa menjawabnya, pertanyaan-pertanyaan ini jauh dari sekadar spekulasi tanpa dasar,” jelasnya menutup pemaparannya.
Dengan adanya penelitian seperti ini, semakin jelas bahwa alam semesta menyimpan banyak misteri yang menunggu untuk diungkap. Mungkinkah kehidupan di Bumi sebenarnya adalah “penumpang” dari planet lain yang sampai ke sini dalam perjalanan kosmik ribuan atau jutaan tahun yang lalu? Panspermia menawarkan kemungkinan yang menggetarkan bagi kita untuk berpikir ulang tentang tempat kita di alam semesta.