edustudytour.com – Perang Bubat adalah salah satu peristiwa bersejarah yang terjadi pada abad ke-14 antara dua kerajaan besar di Nusantara pada masa itu, yaitu Majapahit dan Kerajaan Sunda. Perang ini terjadi pada tahun 1357 dan menjadi salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia, yang mencerminkan ketegangan politik, perbedaan budaya, serta ambisi kekuasaan yang terjadi antara kedua kerajaan tersebut.
Meskipun peristiwa ini lebih sering diceritakan dalam berbagai sumber sejarah, masih banyak aspek yang kontroversial dan membingungkan seputar detail dan penyebab perang tersebut. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai latar belakang, jalannya perang, serta dampaknya bagi kedua kerajaan tersebut.
Latar Belakang Perang Bubat
Pada masa kejayaan Majapahit di bawah pimpinan Hayam Wuruk, kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya. Majapahit merupakan sebuah kerajaan besar yang memerintah sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk Pulau Jawa, Bali, dan sebagian wilayah Sumatra dan Kalimantan. Di sisi lain, Kerajaan Sunda yang terletak di bagian barat Pulau Jawa juga merupakan salah satu kerajaan besar dengan pusat pemerintahan di Pakuan (sekarang Bogor). Kerajaan Sunda memiliki tradisi dan kebudayaan yang sangat kuat, dengan pengaruh besar dalam bidang seni dan budaya.
Perang Bubat terjadi sebagai hasil dari ketegangan antara kedua kerajaan ini yang berakar dari berbagai faktor, salah satunya adalah pernikahan politik antara kedua kerajaan. Sejarah mencatat bahwa Majapahit, di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, ingin mempererat hubungan dengan kerajaan-kerajaan tetangga melalui pernikahan antar bangsawan. Pada tahun 1357, Hayam Wuruk mengirim utusan untuk meminang Putri Sunda, Dyah Pitaloka, sebagai bentuk aliansi politik.
Namun, hal ini menimbulkan ketegangan antara kedua kerajaan. Kerajaan Sunda merasa dipermalukan karena pernikahan tersebut lebih dipandang sebagai bentuk taktik politik dan bukan sebagai pernikahan yang sejajar antara dua kerajaan besar. Sumber-sumber sejarah mengungkapkan bahwa Majapahit menginginkan agar Putri Sunda dikirim ke Majapahit dengan status sebagai ratu, tetapi bagi Kerajaan Sunda, hal tersebut dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap martabat mereka.
Penyebab Perang
Penyebab utama dari perang ini adalah kesalahpahaman dan ketegangan diplomatik yang terjadi antara kedua kerajaan. Berikut adalah beberapa faktor yang memicu Perang Bubat:
- Penurunan Status Perkawinan
Kerajaan Sunda merasa bahwa permintaan Majapahit untuk menikahkan Putri Dyah Pitaloka dengan Raja Hayam Wuruk dipandang sebagai penghinaan. Di pihak Sunda, pernikahan tersebut dianggap tidak setara, karena Majapahit meminta agar Putri Sunda diposisikan lebih rendah dalam hierarki kerajaan. Hal ini menambah ketegangan politik antara kedua kerajaan. - Ambisi Majapahit
Majapahit, di bawah kekuasaan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, berambisi untuk memperluas pengaruhnya di wilayah luar Jawa, termasuk Sunda. Gajah Mada dengan cita-citanya untuk membangun “Nusantara” yang bersatu di bawah kekuasaan Majapahit, memandang bahwa menyatukan kerajaan-kerajaan di Nusantara adalah langkah strategis untuk menciptakan kestabilan dan kekuatan di kawasan ini. - Ketidaksepahaman Tentang Syarat Pernikahan
Pada awalnya, hubungan antara Majapahit dan Sunda terjalin dengan baik, dan Sultan Sunda setuju untuk menikahkan putrinya dengan Raja Majapahit. Namun, ketika rombongan dari Sunda tiba di Majapahit, terdapat perbedaan yang signifikan mengenai status yang diberikan kepada Putri Sunda, yang menyebabkan kekecewaan besar di pihak Kerajaan Sunda. - Penghinaan Terhadap Kerajaan Sunda
Setelah tiba di Bubat, rombongan Kerajaan Sunda diperlakukan dengan cara yang dianggap merendahkan martabat mereka. Hal ini memicu kemarahan dan ketegangan yang akhirnya berubah menjadi pertempuran terbuka.
Baca Juga:
Mengenal Sejarah Majapahit di Nusantara yang Mendunia
Jalannya Perang Bubat
Perang Bubat terjadi di wilayah Bubat, yang terletak di dekat ibu kota Majapahit, yaitu Trowulan. Ketika rombongan dari Kerajaan Sunda tiba di Bubat, mereka disambut dengan situasi yang memanas. Pihak Majapahit yang dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada menginginkan agar Putri Dyah Pitaloka, yang datang bersama pengawalnya, segera diserahkan kepada Raja Majapahit. Namun, para prajurit Sunda yang dipimpin oleh Raja Sunda, Prabu Maharaja, menolak dan merasa bahwa perlakuan tersebut adalah bentuk penghinaan terhadap kerajaan mereka.
Konflik yang semakin meningkat ini berujung pada pertempuran antara pasukan Majapahit dan pasukan Kerajaan Sunda. Meskipun Kerajaan Sunda memiliki kekuatan yang cukup besar, pasukan Majapahit yang lebih terlatih dan dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada berhasil mengalahkan pasukan Sunda. Dalam pertempuran ini, banyak prajurit Sunda yang tewas, termasuk Raja Sunda dan Putri Dyah Pitaloka, yang akhirnya memilih untuk bunuh diri daripada menyerah kepada pasukan Majapahit. Kejadian ini dikenal dengan tragedi bunuh diri Putri Dyah Pitaloka yang membawa kehancuran bagi pasukan Sunda.
Dampak Perang Bubat
Perang Bubat meninggalkan dampak yang mendalam bagi kedua kerajaan. Meskipun Majapahit meraih kemenangan, namun perang ini membawa kerugian moral dan diplomatik yang besar. Beberapa dampak dari perang ini antara lain:
- Kehancuran Hubungan Majapahit dan Sunda
Setelah perang ini, hubungan antara Majapahit dan Sunda hancur total. Kedua kerajaan tidak dapat membangun kembali hubungan diplomatik mereka dan hubungan antara masyarakat Sunda dan Majapahit menjadi sangat tegang. Meskipun Majapahit tetap menjadi kekuatan besar di wilayah tersebut, namun perang ini menambah ketegangan dalam dunia politik kerajaan Nusantara. - Pengaruh terhadap Politik Majapahit
Meskipun Majapahit berhasil menang, tragedi Perang Bubat dan konflik diplomatik yang terjadi membuat pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada mengalami sedikit penurunan citra di mata kerajaan-kerajaan tetangga. Kemenangan ini, meskipun besar, tidak mampu mengurangi kesan bahwa Majapahit menggunakan cara-cara yang tidak etis dalam memperluas pengaruhnya. - Penurunan Kerajaan Sunda
Setelah perang, Kerajaan Sunda mengalami kerugian besar, baik dalam hal manusia maupun kekuatan militer. Peristiwa ini juga memperlemah stabilitas kerajaan dan mengurangi pengaruh Sunda di kawasan Jawa Barat. Namun, Kerajaan Sunda tetap bertahan hingga akhirnya runtuh pada abad ke-16 akibat serangan dari pihak lain, termasuk Sultan Agung dari Mataram. - Simbolisme Budaya
Meskipun Perang Bubat adalah sebuah tragedi besar dalam sejarah, peristiwa ini juga menjadi bagian dari warisan budaya dan sejarah Indonesia. Cerita tentang Perang Bubat dan perjuangan Putri Dyah Pitaloka sering diceritakan dalam sastra dan budaya lokal sebagai simbol keberanian dan pengorbanan.
Kesimpulan
Perang Bubat merupakan sebuah peristiwa penting dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Meskipun Majapahit berhasil meraih kemenangan, perang ini meninggalkan bekas yang mendalam dalam sejarah politik, budaya, dan sosial di Jawa.
Perang ini mencerminkan betapa pentingnya hubungan diplomatik antar kerajaan pada masa itu dan bagaimana ketegangan politik dapat dengan mudah berkembang menjadi konflik yang menghancurkan. Perang Bubat tidak hanya mengubah jalannya sejarah kedua kerajaan tersebut, tetapi juga menjadi simbol perjuangan dan pengorbanan dalam menghadapi pengaruh kekuasaan yang besar.